Skip to main content

Ujian Dari Seorang Guru


Suatu ketika, ada seorang Guru yang sangat populer yang memiliki banyak murid. Sebelum meninggal, ia tidak tahu niscaya siapakah yang akan menggantikannya. Dia sudah memikirkan seorang calon penerus yang akan menggantikannya ketika ia meninggal dunia, tetapi ia tidak terlalu yakin. Maka, ia menciptakan sebuah ujian.

Dia meminta semua muridnya untuk pergi ke ladang yang luas dan menginstruksikan setiap orang untuk membangun sebuah rumah untuknya. Dia berkata bahwa siapa yang membangun rumah terbaik, ia akan mewariskan jabatan Guru kepada orang tersebut, kepada murid tersebut. 

    Tetapi, setiap orang membangun sebuah rumah dan kemudian Guru itu tiba menyidik ketika rumah itu selesai dibangun, kemudian berkata, "Tidak, saya tidak menyukainya, bongkar dan berdiri lagi yang lain." Dia memerintah mereka menyerupai itu berulang kali, sehingga muridnya menjadi semakin sedikit. Mereka berpikir, "Guru kita gila. Karena ia sudah renta sekarang, ia tak tahu lagi apa yang sedang ia lakukan. 

    Maka, lebih baik kita meninggalkan dia, semoga tidak membuang-buang waktu kita." atau "Guru macam apakah itu? Dia bahkan tidak tahu apa yang ia inginkan, dan ia selalu menciptakan problem untuk kita. Membangun rumah dan membongkarnya, kemudian membangun rumah dan membongkarnya lagi - apa gunanya itu?" Ini hampir sama dengan dongeng Milarepa.

    Maka, pada akhirnya, hampir semua murid Guru itu meninggalkannya, termasuk salah satu murid yang membangun rumah sebanyak enam puluh sembilan kali. Kemudian, hanya tertinggal satu orang murid saja. Dia membangun rumah sebanyak tujuh puluh kali, yang terakhir. Maka, tentu saja Guru itu mewariskan jabatan Guru kepada orang ini.


    Pelajaran yang sanggup di petik dari dongeng di atas yaitu Bukanlah alasannya yaitu kesabarannya yang  menjadikan murid ini tetap tinggal, tetapi alasannya yaitu murid ini memiliki pengetahuan batin; ia mengetahui kehebatan Gurunya dari pengalaman serta kebijaksanaannya sendiri. 

    Jika seorang murid tidak mencapai tingkatan tertentu, maka tidaklah ada cara baginya untuk memahami kehebatan sang Guru, alasannya yaitu mereka berada pada tingkat kesadaran yang berbeda. Sebagai contoh, seorang anak tidak sanggup mengerti sepenuhnya wacana apa yang diketahui oleh ayahnya. Meskipun sang ayah mengajarinya, ia mungkin tidak mengerti sama sekali. Hanya ketika ia tumbuh lebih dewasa, barulah ia sanggup mengerti akan hal-hal tersebut.

    Demikian, semoga bermanfaat.

    Sumber https://dapurmamafariz.blogspot.com/
    Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
    Buka Komentar
    Tutup Komentar