Isi Dan Tujuan Perjanjian Renville
Latar Belakang Perjanjian Renville
Tujuan Perjanjian Renville - Dewan Keamanan PBB memerintahkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1947. Gubernur Jendral Van Mook dari Belanda melaksanakan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus.
Pada 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan akan menuntaskan konflik Indonesia-Belanda secara tenang dengan membentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih Indonesia, dan Amerika Serikat sebagai negara yang dipilih oleh kedua pihak.
Kemudian pada 29 Agustus 1947, Belanda mencanangkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi hanya tersisa sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak menerima wilayah utama penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, masakan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
Isi Perjanjian Renville
- Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bab wilayah Republik Indonesia.
- Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan tempat pendudukan Belanda.
- TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia
Indonesia terpaksa menyetujui RIS
Salah satu imbas perjanjian Renville bagi Indonesia ialah perubahan bentuk negara Indonesia. Pada awal pembentukan negara Indonesia, Indonesia memproklamirkan diri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Akan tetapi, dalam negosiasi Renville ini, Indonesia harus mengubah bentuk negaranya menjadi Republik Indonesia Serikat yang merupakan negara persemakmuran Belanda. Perubahan bentuk negara ini merupakan syarat yang diajukan Belanda untuk sanggup mengakui kedaulatan Indonesia. akan tetapi, dengan Perbedaan Bentuk Negara Kesatuan Dengan Negara Serikat tersebut berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat alasannya ialah masih mempunyai keterkaitan kekuasaan dengan pemerintah Belanda.
Terbentuk kabinet Amir Syarifudin II
Setelah perjanjian Renville ditandatangani, tidak hanya bentuk negara Indonesia yang berubah. Indonesia juga harus mengubah sistem pemerintahan dan konstitusi negara. Perubahan sistem pemerintahan tersebut berubah dari sistem presidensial ke sistem parlementer. Dengan kata lain presiden hanya akan menjadi kepala negara, bukan lagi kepala pemerintahan. Untuk kepala pemerintahan akan dipimpin oleh seorang perdana menteri. itulah yang menjadi Perbedaan Sistem Pemerintahan Presidensial Dengan Parlementer. Oleh alasannya ialah itu, maka dilakukan pemilihan untuk presiden dan perdana menteri. Presiden yang terpilih tetap Ir. Soekarno. Sedangkan untuk kepala pemerintahan, terpilihlah Mr. Amir Syarifudin sebagai perdana menteri. Setelah itu, dibentuklah kabinet gres yang merupakan bentukan Amir Syarifuddin. Sebelumnya Amir Syarifuddin juga telah menerima mandate untuk memimpin kabinet peralihan sesudah gagalnya kabinet syahrir sebagai imbas runtuhnya perjanjian linggarjati. Dan dengan ditandatanganinya perjanjian Renville ini menandai dibentuknya kabinet Amir Syarifuddin II.