Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Sejarah Bhineka Tunggal Ika - Selaku warga negara Indonesia, apa kalian semua sudah mengatahui tentang "Sejarah Bhineka Tunggal Ika" ? Jika diantara kalian belum ada yang mengetahui tentang sejarahnya, disini saya akan mengulas sedikit informasi yang akan saya sajikan buat pengetahuan kalian semua. Yuk kita simak sperti apa sih Sejarah bhineka tunggal ika itu.
Bunyi lengkap dari ungkapan "Bhineka tunggal ika" dapat ditemukan dalam sebuah buku Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke XIV di masa kerajaan Majapahit. Dalam buku tersebut Mpu tantular menulis
"Rwaneka dhatu winuwus Budha wisma, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, mangka ng jinatwa kalawan siwatatna tunggal Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".
Bahwa agama Budha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda tetapi nilai-nilai kebenaran jina Budha dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah tetapi satu jua yang artinya tak ada dharma yang mendua.
Nama Mpu tantular sendiri terdiri dari kata "Tan" (tidak) dan "Tular" (terpengaruh) dengan demikian, Mpu tantular adalah seorang Mpu (cendiakawan, pemikir) yang punya pendirian yang teguh tidak mudah terpengaruh oleh siapa pun.
Ungkapan dalam bahasa jawa kuno tersebut, secar harfiah mengandung arti Bhineka (beragam) Tunggal (satu) dan Ika (itu) yang artinya berarti "Beragam satu itu". Doktrin yang bercorak teologis ini semula dimaksudkan agar antara agama Budha dan agama Hindu dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab hakikat kebenaran yang terkandung dalam ajaran keduanya adalah tunggal. Mpu tantular sendiri adalah salah satu penganut Budha Tantrayana, tetapi merasa aman hidyp dalam kerajaan Majapahit yang lebih bercorak Hindu.
Semboyan Bhinekka tunggal ika mulai menjadi pembicaraan terbatad antara Muhammad Yamin, Bung Karno, I Gusti Bagus Sugriwa dalam sidang BPUPKI sekitar dua setengah bulan sebelum Proklamasi. Bahkan Bung Hatta sendiri mengatakan bahwa Bhineka tunggal ika adalah ciptaan Bung Karno setelah Indonesia merdeka dari penjajahan. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang lambang negara republik Indonesia dalam bentuk Garuda Pancasila, semboyan Bhinek tunggal ika dimasukan ke dalamnya.
Secara resmi lambang tersebut dipakai dalam sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid ll (1913-1978). Dalam sidang tersebut muncul beberapa usulan rancangan lambang negara, kemudian yang dipilih adalah usulan yang dibuat oleh Sultan Hamid ll dan Muhammad Yamin, dan rancangan dari Sultan Hamid yang kemudian ditetapkan.
Tulisan Mpu tantular tersebut oleh para pendiri bangsa diberikan penafsiran baru karena dinilai relevan dengan keperluan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri dari beragam agama, kepercayaan, ideologi politik, etnis, bahasa, dan budaya. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan "Keramat" ini terpampang melengkung dalam sengkraman kedua kaki Burung Garuda. Buring Garuda dalam mitologi Hindu adalah kendaraan (wahana) Dewa Wishnu.
Terkait dengan semboyan yang ditulis Mpu tantular dapat diketahui bahwa wawasan pemikiran pujangga besat yang hidup di zaman kejayaan Majapahit ini terbukti telah melompat jauh ke depan. Nyatanya, sboyan tersebut hingga sekarang ini masih relevan terhadap perkembangan bangsa, negara dan bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global. Dan Kekawin Sutasoma yang semula dipersembahkan kepada Raja Rajasanagara (Hayam Wuruk) adalah hasil perenungan dan kristalisasi pemiliran yang panjang, setidaknya membutuhkan waktu satu dasawarsa (sepuluh tahun) sedangkan Kekawin maksudnya adalah pembacaan ayat suci dalam agama Hindu dan Budha. Buku yang ditulis Mpu tantular sekitar 1350-an, tujuh abad yang silam ternyata di antara isi pesannya bergulir dalam prosesbingkai negara baru Indonesia.
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harua dicatat sebagai tokoh yang perfama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhineka tunggal ika dijadikan semboyan sesanti negara. Muh.Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit. Konon di sela-sela sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh.Yamin menyebut ungkapan Bhineka tunggal ika itu sendirian. Namun l Gusti Bagus Sugriwa yang duduk disampingnya songak menyambut sambunga ungkapan itu dengan "tan hana dharma mangrwa". Sambungan spontan ini disamping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukan bahwa di Bali ungkapan Bhineka tunggal ika itu masih hidup dan dipelajari orang. Meskipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang sastrawan Budha, pengaruhnya cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
Para pendiri Bamgsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukul toleran untuk menerima warisan dari Mpu tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar suku-suku bangsa Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi jauh sebelum islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya kerajaan Majapahit abad ke XV pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secara kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini.
Mungkin itulah ulasan dari saya mengenai "Sejarah Bhineka tunggal ika" yang bisa saya jelaskan pada kalian semua. Semoga bisa bermanfaat dan menambah wawasan kita akan sejarah tersebut.
Nama Mpu tantular sendiri terdiri dari kata "Tan" (tidak) dan "Tular" (terpengaruh) dengan demikian, Mpu tantular adalah seorang Mpu (cendiakawan, pemikir) yang punya pendirian yang teguh tidak mudah terpengaruh oleh siapa pun.
Ungkapan dalam bahasa jawa kuno tersebut, secar harfiah mengandung arti Bhineka (beragam) Tunggal (satu) dan Ika (itu) yang artinya berarti "Beragam satu itu". Doktrin yang bercorak teologis ini semula dimaksudkan agar antara agama Budha dan agama Hindu dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab hakikat kebenaran yang terkandung dalam ajaran keduanya adalah tunggal. Mpu tantular sendiri adalah salah satu penganut Budha Tantrayana, tetapi merasa aman hidyp dalam kerajaan Majapahit yang lebih bercorak Hindu.
Semboyan Bhinekka tunggal ika mulai menjadi pembicaraan terbatad antara Muhammad Yamin, Bung Karno, I Gusti Bagus Sugriwa dalam sidang BPUPKI sekitar dua setengah bulan sebelum Proklamasi. Bahkan Bung Hatta sendiri mengatakan bahwa Bhineka tunggal ika adalah ciptaan Bung Karno setelah Indonesia merdeka dari penjajahan. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang lambang negara republik Indonesia dalam bentuk Garuda Pancasila, semboyan Bhinek tunggal ika dimasukan ke dalamnya.
Secara resmi lambang tersebut dipakai dalam sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid ll (1913-1978). Dalam sidang tersebut muncul beberapa usulan rancangan lambang negara, kemudian yang dipilih adalah usulan yang dibuat oleh Sultan Hamid ll dan Muhammad Yamin, dan rancangan dari Sultan Hamid yang kemudian ditetapkan.
Tulisan Mpu tantular tersebut oleh para pendiri bangsa diberikan penafsiran baru karena dinilai relevan dengan keperluan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri dari beragam agama, kepercayaan, ideologi politik, etnis, bahasa, dan budaya. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan "Keramat" ini terpampang melengkung dalam sengkraman kedua kaki Burung Garuda. Buring Garuda dalam mitologi Hindu adalah kendaraan (wahana) Dewa Wishnu.
Terkait dengan semboyan yang ditulis Mpu tantular dapat diketahui bahwa wawasan pemikiran pujangga besat yang hidup di zaman kejayaan Majapahit ini terbukti telah melompat jauh ke depan. Nyatanya, sboyan tersebut hingga sekarang ini masih relevan terhadap perkembangan bangsa, negara dan bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global. Dan Kekawin Sutasoma yang semula dipersembahkan kepada Raja Rajasanagara (Hayam Wuruk) adalah hasil perenungan dan kristalisasi pemiliran yang panjang, setidaknya membutuhkan waktu satu dasawarsa (sepuluh tahun) sedangkan Kekawin maksudnya adalah pembacaan ayat suci dalam agama Hindu dan Budha. Buku yang ditulis Mpu tantular sekitar 1350-an, tujuh abad yang silam ternyata di antara isi pesannya bergulir dalam prosesbingkai negara baru Indonesia.
Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harua dicatat sebagai tokoh yang perfama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhineka tunggal ika dijadikan semboyan sesanti negara. Muh.Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit. Konon di sela-sela sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh.Yamin menyebut ungkapan Bhineka tunggal ika itu sendirian. Namun l Gusti Bagus Sugriwa yang duduk disampingnya songak menyambut sambunga ungkapan itu dengan "tan hana dharma mangrwa". Sambungan spontan ini disamping menyenangkan Yamin, sekaligus menunjukan bahwa di Bali ungkapan Bhineka tunggal ika itu masih hidup dan dipelajari orang. Meskipun Kitab Sutasoma ditulis oleh seorang sastrawan Budha, pengaruhnya cukup besar di lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
Para pendiri Bamgsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukul toleran untuk menerima warisan dari Mpu tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar suku-suku bangsa Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi jauh sebelum islam datang ke Nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya kerajaan Majapahit abad ke XV pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secara kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini.
Mungkin itulah ulasan dari saya mengenai "Sejarah Bhineka tunggal ika" yang bisa saya jelaskan pada kalian semua. Semoga bisa bermanfaat dan menambah wawasan kita akan sejarah tersebut.